TUGAS LPKSM


PEDOMAN TUGAS
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN 
LPKSM-YKM PEMALANG

PENGERTIAN – PENGERTIAN

 

Kecuali ditentukan lain, perbedaan penafsiran dalam hubungan kalimat dibawah ini yang dimaksud dengan :
  1. LPKSM adalah Lembaga non Pemerintah yang terdaftar dan diakui Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani Perlindungan Konsumen di seluruh wilayah Republik Indonesia.
  2. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
  3. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
  4. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku Usaha yang ternasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain.
  5. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen.
  6. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
  7. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
  8. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa
  9. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase
  10. Mediasi dalam bahasa Inggris disebut mediation adalah penyelesaian sengketa dengan menengahi.
  11. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian
  12. Kantor cabang LPKSM-YKM adalah LPKSM-YKM yang merupakan unit atau bagian dari LPKSM-YKM Pusat yang dapat berkedudukan ditempat berlainan dan bertugas untuk membantu melaksanakan sebagaian tugas dari LPKSM-YKM Pusat, dan dalam melakukan kegiatannya ditentukan sesuai wewenang yang diberikan.

 

TUGAS LPKSM DALAM PENGAWASAN TERHADAP PELANGGARAN DAN KEJAHATAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN ADVOKASI
Dalam melakukan pengawasan, LPKSM-YKM Pemalang membentuk Satuan Tugas Pengawas Kejahatan Perlindungan Konsumen disingkat STPKPK

1.        Pengawasan diseluruh Bidang Pelanggaran dan Kejahatan Perlindungan Konsumen
Melakukan Pengawasan terhadap Pelanggaran dan Kejahatan Perlindungan Konsumen dengan cara: mencari dan mengumpulkan alat-alat bukti, melakukan penyelidikan (penelitian, pengujian, survey) dan atau melakukan investigasi terhadap pelaku usaha barang dan/atau jasa pelayanan publik, instansi/lembaga pemerintah yang diduga melakukan pelanggaran perlindungan konsumen dan melaporkan hasil investigasinya kepada PPNS dan Penyidik POLRI, KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI dan/atau KEJAKSAAN NEGERI dan atau INSTANSI terkait lainnya;

2.   Pengawasan terhadap Pelanggaran dan Kejahatan Perlindungan Konsumen dibidang Barang dan/atau Jasa
Melakukan Pengawasan atas Barang dan/atau Jasa beredar dengan cara: mencari dan mengumpulkan alat-alat bukti, melakukan penyelidikan (penelitian, pengujian, survey) dan atau melakukan investigasi terhadap pelaku usaha barang dan/atau jasa yang diduga melakukan pelanggaran perlindungan konsumen dan melaporkan hasil investigasinya kepada PPNS-PK dan Penyidik POLRI, Menteri dan menteri;

3.        Cara melakukan pengawasan
di samping melalui penelitian, pengujian dan/ atau survei dapat juga berdasarkan laporan dan pengaduan dari masyarakat baik yang bersifat perseorangan maupun kelompok. Pelaksanaan penelitian, pengujian dan/atau survei dapat dilakukan baik sebelum atau sesudah terjadi hal‑hal yang membahayakan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keselamatan konsumen.

4.    Melakukan advokasi atau pemberdayaan konsumen agar mampu memperjuangkan haknya secara mandiri, baik secara perorangan maupun kelompok, serta menerima keluhan dan pengaduan konsumen.(pasal 7 PP 59 2001)

Bisakah Pengurus LPKSM beracara di Pengadilan padahal bukan Advokad
Dasar Hukum
Bahwa Pengurus Lembaga Perlindungan Konsumen ( LPK ) dapat menerima kuasa / mewakili konsumen beracara di Pengadilan Negeri karena di jamin Undang- undang atau di beri Hak oleh Undang- undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 46 huruf c yang berbunyi: " Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikan organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. dan Pasal 46 ayat 2 berbunyi: Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c atau huruf d di ajukan kepada Peradilan Umum.
Hak gugat oleh LPK yang di jamin Undang- undang seperti ini disebut legal standing.
“bagaimana dengan Advokad yang mengklaim hanya Advokad yang boleh beracara di Pengadilan berdasarkan Undang- undang No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokad ?”
Untuk diketahui bersama:
a)    Lembaga Perlindungan Konsumen ( LPK ) dan Advokad sama- sama menjalankan perintah Undang- undang.
b)    Dalam Undang- undang No. 18 tahun 2003 Tentang Advokad tidak ada klausul yang membatalkan Pasal 46 UUPK sehingga tetap berlaku.
c)    Yang dapat di wakili atau yang dapat menggunakan legal standing LPK adalah semua perkara yang terkait Konsumen bukan perkara pidana yang tidak terkait dengan perlindungan konsumen.

Pedoman Advokasi LPK yaitu dengan Pembuiktian Terbalik
Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability), prinsip ini menyatakan, tergugat dalam hal UUPK adalah Pelaku Usaha selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, sehingga beban pembuktian ada pada tergugat/ Pelaku usaha istilah ini dikenal dengan beban pembuktian terbalik. Sistem pembuktian terbalik terdapat dalam Pasal 19, Pasal 22 dan Pasal 23 UUPK. (BAB VI Tanggung Jawab Pelaku Usaha UU No. 8 Tahun 1999).

5.     melakukan kerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen (pasal 44 UUPK)
6.     melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya (pasal 30 UUPK)
7.      Melakukan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.( pasal 47 UUPK).
8.      Apabila dipandang perlu maka hasil pengawasan yang dilakukan/diselenggarakan dapat disebarluaskan kepada masyarakat baik secara langsung dan/atau melalui media cetak/elektronik.(pasal 30 UUPK)

PENYELESAIAN DAN PENANGANAN KASUS/SENGKETA ATAS PELANGGARAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. PELAKSANAAN PENANGANAN KASUS ATAS PELANGGARAN PERLINDUNGAN KONSUMEN SECARA UMUM
Penanganan kasus dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan dan/atau laporan dari LPKSM, yang diindikasikan terdapat pelanggaran atas ketentuan di bidang perlindungan konsumen.
Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil ,sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pasal 59 UU No. 8 th 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berwenang:
  1. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
  2. melakukan pemeriksaan terhadap orang, atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
  3. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
  4. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
  5. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
  6. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
  7. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS),  memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
  8. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS)  menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

2.    PELAKSANAAN PENANGANAN KASUS ATAS BARANG BEREDAR DAN JASA
Penanganan kasus dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan khusus yang diindikasikan terdapat pelanggaran atas ketentuan di bidang perlindungan konsumen. Penanganan kasus dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil - Perlindungan Konsumen (PPNS-PK) melalui tahapan sebagai berikut:
  1. Pengambilan sampel ulang dipasar/lokasi yang menurut laporan pengaduan atau hasil pengawasan khusus terdapat indikasi pelanggaran ketentuan yang ada.
  2. Pengujian sampel pada lembaga-lembaga uji yang terakreditasi bagi barang yang ber-SNI.
  3. Melakukan pengukuran terhadap isi/volume/berat atau pengujian barang terhadap barang dalam keadaan terbungkus (BDKT) serta penilaian kesesuaian informasi dengan kondisi riil barang yang bersangkutan
  4. Melakukan koordinasi dengan unit/instansi teknis terkait untuk malakukan pengkajian peraturan yang ada dengan kasus yang sedang dihadapi.
  5. Melakukan gelar perkara untuk mendapatakan rekomendasi dan menentukan langkah-langkah berikut yang perlu diambil.
  6. Melakukan penyidikan apabila telah cukup mendapat bukti adanya pelanggaran ketentuan yang ada.


PENYELESAIAN KASUS/SENGKETA PELANGGARAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DILUAR PENGADILAN (Non Litigasi)
Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.( pasal 45 angka 2 UUPK)
Dalam penjelasan pasal 3 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1970 tersebut, dinyatakan penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase), tetap diperbolehkan. Selain itu penyelesaian perkara di luar pengadilan juga diatur dalam pasal 14 ayat (2) Undang –undang Nomor 14 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa, ketentuan dalam ayat (1) tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian sengketa perkara secara perdamaian.

DASAR HUKUM PELAKSANAAN PENGAWASAN

  1. Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
  2. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Konsumen.
  3. Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
  4. Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang Beredar du Pasar
  5. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-Dag/Per/3/2007 Tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan Dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang Dan Jasa Yang Diperdagangkan.
  6. Peraturan Menteri Perdagangan No. 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa.
  7. Peraturan Menteri Perdagangan No. 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia bagi produk Telematika dan Elektronika.
  8. Peraturan perundangan terkait lainnya.